Pages

Rabu, 30 Desember 2015

Sesal Apalah Guna

Entah mengapa siang itu menjadi siang yang sangat memilukan. Entah darimana bujuk rayu itu masuk kedalam sendi-sendi tubuh, bahkan mengalir deras memasuki aliran darah mengalir keseluruh bagian tubuh dan akhirnya mengusai fikiran dan hati ini. Tak ada lagi kata takut, tekat bulat telah terpatri dalam diri, apalagi gerbang dunia telah dibuka selebar-lebarnya untuk melangkah kedalamnya.

Walau kaki terasa gemetar, dada berguncang dengan hebat, namun akal sehat telah hilang dan tergantikan oleh nafsu liar yang menyala-nyala dalam mata dan tubuh, bak singa yang telah berhari-hari tak menjumpai sang mangsa.

Katika kaki telah sampai digerbang itu, masih timbul rasa ragu, masih terpatri sinar iman dalam diri, namun apalah daya, tubuh tak lagi mampu menahan gejolak akal sehat yang mulai rusak. Dengan langkah luntai terseretlah kaki memasuki gerbangnya, menerobos hingga mata tak mampu lagi menatap. Namun entah mengapa, masih tersadarkan dalam kedalam lubuk hati, untuk menghentikan semua, seolah hati meronta-ronta ingin segera pergi dan tak lagi pernah kembali. Namun sekali lagi apala daya, tubuh terasa terhipotis menyaksikan buruan singa telah tersendiri dan tersesat dari gerombolan sehingga tak ada lagi upaya untuk dapat menolak menyergap dan melahap mangsa singa yang sedang bersendiri.

Cepat dan hampir tak berarti, namun sang mangsa kini tinggallah tulang belulang dan segera ditinggal pergi. Pergi tanpa perlu melakukan penguburan yang layak bagi mangsanya, seolah tak ada rasa bersalah karena sudah menjadi hukum rimba bahwa mangsalah yang akan terlahap bila sang pemangsa sedang kelaparan.

Sejuta rasa berkecamuk dalam diri, ada apa…? Apa yang teradi …?  Mengapa semua terjadi begitu cepat …? Betapa kuatkah godaan itu, sehigga tembok yang tersusun rapi hancur tak berbekas diterjang serpihan kayu jalanan.

Ingin rasanya kembali, ingin rasanya mengakhiri semuanya, tapi apalah daya seolah itu bukanlah murni kesalahan, seolah semua hanyalah jebakan dunia yang kini menjadi pelajaran hidup yang sangat menyiksa. Takkan mungkin mengembalikan mangsa yang menjadi tulang belulang menjadi utuh kesedia kala, tanpa bekas dan goresan sedikitpun.
Kini biarlah penyesalan hanya menjadi penyesalan, hanya kuasa Ilahi yang mampu menghapus semuanya. Entah melalui hukuman ataukah ampunan, namun yakinlah bahwa semua adalah cobaan yang mengandung hikmah dan petaka.

Makassar 22 juli 2015

Tidak ada komentar: