Pages

Sabtu, 07 Juni 2014

"Kanreapia"

Aku masih merasa lelah ketika aku berhasil mencapai puncak gunung yang telah ku daki. Walaupun gunung yang ku daki kali ini tak terlalu tinggi, namun udara dingin di sini jauh lebih menusuk dibandingkan dengan gunung-gunung yang telah ku daki sebelumnya. Ku rebahkan tubuhku diatas pangkuan bumi dengan permadani rerumputan hijau sebagai pengalasnya, tak lupa ku jadikan sengatan matahri sebagai penghangatku dari dingin yang menusuk ke dalam sendi-sendi tulangku.
Setelah terlelap beberapa saat di pembaringanku yang terasa nyaman, akhirnya ku membuka kedua mataku dan menyaksikan sekelilingku. Hutan, pepohonan hujau dan beberapa buah tenda dengan aktivitas penghuninya, itulah pemandangan indah yang ku saksikan disekelilingku.
“Masyaallah”  keindahan yang kusaksikan hari itu membuatku terasa terlepas dari beban-beban duniawi yang terus menghimpit hidupku, beban sebagai mahasiswa tingkat akhir yang harus berburu waktu menyelesaikan perkuliahan, beban sebagai anak lelaki di keluarga yang telah lama kehilangan tulangpunggung pencari nafkahnya, beban sebagai manusia dengan sejuta rutinitas dunia, juga beban sebagai pengemban amanah dakwah yang begitu berat yang gunungpun yang ku pijak hari itu tak mampu memikulnya.
Selepas berlehat sejenak, dengan sedikit agak malas ku menyeret kakiku menuju sumber air untuk mengambil air wadhu bersama kawan-kawan yang lainnya untuk melaksanakan sholat duhur dan ashar yang belum sempat kami tunaikan. Dengan bantuan pengeras suara, kumandang adzan dari muadzin telah melalu lantang bak surau kecil ditengah hutan terpencil. Dengan sedikit bergegas, melewati celah-celah pepohonan ku menuju tenda, tempat kami menyimpan perbekalan kami  selama berada di atas gunung. Ku raih ranselku, dan segera mengambil  jaket ketigaku dan mengenakannya “Ternyata air di atas gunung itu, tak ubahnya sebuah es yang meleleh dan mengalir melalui ceelah-celah akar pepohohonan yang berlumut” itulah keluhku bibirku yang melaui merasakan angin-angin gunung telah bertiup.
Selang beberapa saat, dengan gerakan-gerakan lambat dan penuh kekhusyuaan, terlepaslah sudah beban dipundak yang menjadikan pembeda dengan ummat-ummat lain.
“sesungguhnya yang membedakan ummat  islam dengan kekafiran adalah sholatnya”.
****
Sore itu, suara serinai dari pengeras suara dengan teriakan takbir telah membuncah aktifitas penghuni tenda yang mengaharuskan mereka harus berkumpul dengan segera. Sore ini, kami dari panitia sepakat mengadakan sebuah permainan. Namun uniknnya, permainan ini tidak akan pernah kau saksikan dan temukan di dunia game maupun fitur-fitur permainan lainnya. Karena permainan sore itu, adalah permainan yang tak biasa, permainan yang akan membuat kita kembali ke beberapa abad silam, ketika agama islam itu hadir ditengah-tengah ummat untuk mengajarkan tauhid hanya kepada Allah.
Yah.. inilah simulasi perang badar, perang besar pertama ummat islam dengan menggunakan senjata untuk menumpas kekafiran di bumi arab. Namun tentulah, karena hanya simulasi dan permainan semata jadi tak menggunakan benda-benda berbahaya, namun yang ingin dititik beratkan adalah ibrah dari perang tersebut. Olehnya permainan kali ini, hanyalah berlomba merebut panji (bendera) lawan mereka.
Perang dimulai dengan adu tanding (sparing) para jagoan dari dua buah kubu. Sparing kali ini, adalah berlomba memperebutkan secarik kain yang diselipkan di saku belakang para jagoan. Dengan semangat  menggebu, para perwakilan dari dua kubuh saling  adu kekuatan dan ketangkasan untuk dengan segera merebut secarik kain milik lawannya. Setelah ditentukan pemenangnya maka tahap selanjutnya perang besar dimulai. Disertai lantunan takbir yang terus menggema di tengah hutan belantara semangat para peserta mulai terbakar, mereka dengan cekatan dengan startegi masing-masing berusaha merebut panji yang dipegang oleh masing-masing pemimpin lawannya.
Tak terasa, malam telah  menjelang, suara-suara jangkrik mulai memekik ditengah kesunyian hutan. Sang pangeran matahari perlahan meninggalkan singgasananya, menyisahkan sedikit cahaya disela-sela dedaunan dan ranting-ranting pohon. Malam ini menjadi malam pertama di puncak  gunung itu,  ditemani hitamnya malam, suara binatang malampun mulai  merembes memecah  kesunyian, dan tak  kalah menggetarkan udara dingin menusuk telah merembes masuk kedalam baju-baju  baja yang berlapis. Namun kesemuanya tak bisa menghentikan lantunan kumandang adzan sang muadzin untuk memanggil jiwa-jiwa kosong untuk segera menghadap keperaduan sang pemilik malam. Lantunan bait-bait kalimat Allah menjadi penghangat tubuh yang mulai ringkuh dan takluk dari udara dingin.
“Tidaklah ku jadikan pergantian siang dan malam sebagai tanda-tanda ke kuasaKu bagi orang-orang yang berfikir”.
Yah… inilah malam pertamaku ketika berada di puncak gunung “Kanreapia”

Rabu, 01 Januari 2014

Ku ukir sejarah melalui pengalamanku.....


Cerita ini, menceritakan beberapa pengalaman aku ketika mengajar disebuah sekolah menengah kejuruan di kota makassar.
Cerita ini berawal disiang hari tepatnya tanggal 11 sept 2013, ketika aku dan kawanku melakukan pengecekan lokasi tempat kami ditugaskan untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah menjelang semester akhir di kampus, biasanya sih di sebut PPL, kalau tidak salah singkatan dari Program Pengalaman Lapangan. Dan benar juga, memang ini adalah sebuah program pencarian pengalaman dan pembandingan antara teori dan realita yang ada.
Kisahku diawali pada pagi hari, kamis 12 september 2013 ketika aku berangkat pagi hari menuju kesekolah tempat aku ditugaskan. Ketika kaki ini melangkah masuk melalui dua tembok kokoh yang sudah cukup tua (sebut pintu gerbang sekolah), aku seolah tak percaya dan sedikit heran dengan arsitektur bangunan yang cukup tua dan sedikit angker menurutku. Kenapa tidak di taman sekolah berdiri kokoh sebatang pohon beringin yang cukup tua dengan juntai-juntai serabutnya yang sangat rimbun, ditambah lagi di setiap halaman sekolah kudapati  pohon serupa yang kadang membuat bulu kuduk ini merinding (konon kata orang kampung pohon yang paling disenangi oleh setan atau sebangsanya untuk digunakan sebagai tempat tinggal adalah pohon beringin* tahayyul ckckcckcckc).
Ketika sedang asyik mengamati, kamipun dikumpulkan oleh pihak sekolah disebuah “PERPUSTAKAAN SMK NEGERI 1 MAKASSAR” setidaknya itu yang terpampang jelas diatas pintu masuk diruangan tersebut. Emank sih sekilas mirip perpustakaan, namun menurut saya sih lebih tepatnya tempat penyimpanan buku. Kenapa tidak, karena sangat jarang aku melihat siswa yang berada di ruangan tersebut, termaksuk ketika aku sudah mengajar di sekolah tersebut. Hanya beberapa orang petugas yang ku saksikan mondar-mandir diruangan tersebut. Walaupun ada siswa namun tempat ini hanya dijadikan alternatife tempat untuk mengerjakan tugas ketika diberikan tugas/ dihukum oleh guru.
Akhirnya setelah beberapa menit menyaksikan para penguasa di sekolah itu berceramah (maksudnya pak kepala sekolah) dan disambut dengan beberapa arahan selama berada di sekolah, kamipun secara resmi diterima untuk mengadakan praktik disekolah tersebut.
Keherenanku mungkin belum selesai sampai disitu, selepas itu kamipun (sebut aku dan seorang temanku) mengadakan observasi denah sekolah, dan setengah tak percaya hanya ada satu pintu masuk kedalam sekolah, dan hanya ada satu jalur untuk menuju ke kelas 3. Wahhh pikiranku mulai menerawang, ini sekolah ataukah penjara. Belum sampai disitu, kebanyakan kelas mereka sudah tak lagi menggunakan meja, namun yang mereka gunakan, layaknya seorang mahasiswa, yakni sebuah kursi dengan sandaran tempat mencatat. Wah mungkin ini adalah moderinisasi sekolah-sekolah yang ada  di perkotaan, namun ini adalah satu-satunya sekolah yang pernah aku masuki menggunakan bangku seperti itu.
Ini belum selesai, akhirnya kami memutuskan untuk bekunjung keruangan tempat kami ditugaskan. Ruangannya berada agak jauh dan terpisah dari rungan-ruangan lainya seprti ruangan guru, kepala sekolah dan staf tata usaha. “RUANGAN BP/BPK” hem papan nama yang sudah lama karena sekarang jurusan tersebut sudah berganti nama dengan sebutan BK, bukan singkatan dari BuKu loh atau Bubur Kacang.... hem jadi lapar. Makan dulu ahhhh.....
Lanjut...
Rungan inilah yang nantinya akan menjadi saksi keberadaanku selama berada di sekolah tersebut. ( emang ini ruangan bisa bicara yah kalau gitu ganti deh jadi bukti bukan saksi... hemm kaya lebih tepat).
Nah itulah awal hariku ketika berada di sekolah tersebut.
Nagh, itu pengalaman pertama aku ketika berada disana, dan semenjak berada disekolah tersebut aku menemukan lumayan banyak pengalaman unik, menarik, tak masuk akal, samapi pengalaman menjadi orang gila (becanda).
Berikutnya adalah pengalaman yang ku peroleh yang mungkin akan membuatku lebih semangat kedepanya, apa itu, inilah dia... teneneng (musik intro ckckcckck)
Pengalaman yang pertama yang takkan pernah akan aku lupakan adalah ketika aku masuk ke kelas untuk memberikan layanan. Dan hebatnya aku masuk kelas tanpa bekal, tanpa bahan, dan tanpa baju (porno ah). Hanya dengan modal nekat dan beberapa pengalaman aku ketika berhadapan dengan bangsa jin dan dunia hewan ( loh kok gitu sih) maksudnya pengalaman aku berhadapan dengan siswa-siswa SMA ketika menjadi pemateri (emang ini bukan pengalaman pertama aku mengajar, tapi ini beda bo...). akupun masuk di sebuah ruangan... kelas X AP 3. Wahh terasa ingin pingsan dan leyap ketika berada dikelas ini, tak ada sopan santun, tak ada tatakrama, tak ada peraturan, tak ada penghargaan, dan tak ada yang memperhatikan. Kecuali sebagian kecil saja. Akhirnya kuputuskan untuk menyelingi materiku dengan sebuah teka-teki yang kudapat dari seorang teman. Awalnya  sih emang kacau, tapi akhirnya mereka penuh antusias mengikuti pengarahanku. Sampai-sampai tingkat keseriusan mereka dan antusias mereka membuat salah seorang diantara siswa tiba-tiba kejang. Wah bel dalam kepalaku sengera membunyikan alarm bahaya. Tuiiiiiiiiiinggggggg..... (emang ambulans)
Semua siswa akhirnya mengelilingi sikorban keganasan pertanyaann teka-teki yang ku berikan, namun yang membuat aku terheran-heran, sebagian dari mereka tetap asyik berada dipapan tulis menyelesaikan teka-teki games yang aku berikan. Terasa ingin terbang untuk menendang semua siswa tersebut, namun harus kutahan karena si korban terlihat agak linglung, ngambil tas kemudian cabut (alias keluar dari kelas) ketika aku hendak menjadi pahlawan kesiangan, dengan mencoba menahan si korban tidak keluar kelas, sontak teman-teman teriak yang tak jelas, JANGAN........ (pikirku mereka mau ikutan mencegat si korban untuk keluar kelas tapi lanjutan kata jangannya adalah.....) DISENTUH... he ???? (kepala mengerit tanda penuh keheranan, bukannya ditahan malah dilarang sentuh, dasar kurcaci)
Setelah ku coba mencerna baik-baik kata-kata tersebut, akhirnya kuputuskan untuk tetap menahan siswa tersebut. Dan mencoba membimbingnya ke alam sadarnya. Dan..... SEDIKIT BERHASIL. Lah memang sedikit kok, karena emang dia sadar sendiri. Heheh. Akhirnya ku arahkan temanku untuk membawanya keruangan kesehatan untuk beristirahat. Tak beberapa lama setlah hal itu terjadi, ketika materi hendak kulangsungkan kembali, kekacauan yang lainya terjadi, salah seorang siswa juga mengalami hal yang serupa, namun hal ini berbeda (serupa tapi beda) siswa tersebut tak sadrkan diri dan teridentifikasi kemasukan jin. Histeris ria, kaya konser. Akhirnya tanpa berfikir ini itu dan sebagainya. Ku perintahkan beberapa orang siswa untuk menggotong korban kedua ini keruang kesehatan.
Pengalaman pertama, hanya dengan bertanya, dua korban teridentifikasi terkena serangan penyakit. Jadi berhati-hatilah jika ingin bertanya