Pages

Selasa, 05 April 2016

Tanah Rantau (Edisi Masuk Kampus)

Perjalan rantau berlanjut, kini mimpi yang tak pernah termimpikan olehku menjadi kenyataan. Bisa kuliah di sebuah kota besar yang kehidupannya sangat kontraks dalam kehidupanku di desa.
Dan tantangan kali ini yang menerpaku sungguh berbeda dari tantangan awal ketika sampai di kota itu.
Mendaftar di kampus, yah walaupun telah dinyatakan lolos seleksi namun akan ada lagi tahap selanjutnya, inilah yg menjadi tujuanku datang ke kota itu, yakni mendaftar ulang.
Jikalau hanya sekedar mendaftar yah itu bukan masalah besar, namun yg jadi masalah adalah tempat mendaftar, jalan kesana dan siapa yang dapat membantuku Jikalau sesuatu hal terjadi, sedang aku hanyalah seorang anak udik sebatang kara yg tak tahu menahu seluk beluk kota bahkan menyebrang jalan pun aku belum mampu, bayangin aja di desa aku di ajari oleh orang tuaku dan guruku tentang aturan untuk menyebrangi jalan "lihat kanan kiri dulu, kalau udah sepi ngak ada mobil atau motor, baru menyebrang yah nak" nah itulah yang terekam dan sekaligus jimat keberuntungan ku menyebrangi jalan di desa, namun ini kota, mobil dan motor takkan ada sepinya.
Namun sekali baju basah pantang pulang sebelum kering (maklum di desa dulu hobinya nyebur di sungai, jadi kalau basah yah nunggu kering dulu baru pulang agar ngak di omelin emmak di rumah), dengan bermodalkan peta kecil yang dibuatkan seorang teman beberapa hari sebelumnya, petualang seorang diri pun dimulai.
Memutari gang, lewat jalan setapak, mendaki gunung dan melewati lembah akhirnya sampailah juga di pojok garis peta buatan teman, dengan rasa tak sabar ku masuki gerbangnya, "saya kepagian yah? " tak ada aktivitas apapun di tempat itu, bahkan tanda2 akan dibukanya pendaftaran ulang juga tak ada, perasaan kalut bin cemas kembali menghantui, apa benar ini tempatnya?
Sekali lagi ku perhatikan secarik kertas usang yang ku bawa, kusaksikan dengan saksama dengan kemampuan mengukur fisika dan matematikaku, dapat ku pastikan bahwa tak ada yang salah dengan peta maupun jalan yang ku lalui, lantas kemana orang-orang yang mempunyai tujuan mulia sepertiku.
Ditengah kebingungan itu, nafasku seolah berteriak gembira ketika mataku menangkap sesosok pemuda hitam, berbaju hitam dan bercelana jens hitam sedang melintasi jalan buatan di bawah sebuah pohon besar. Dengan keberanian diatas normal, ku hampiri dan mencoba bertanya kepadanya dengan harapan mendapatkan secerca angin sepoi bagi jiwa yg kalut dan was was.
"Misi mas, tempat daftar ulang di mana yah? " dengan logat sedikit kejawa-jawaan, dengan memperhalus bahasa dan muka sedikit tersenyum dan penuh harapan pertanyaanku ini terjawab dengan sebuah jawaban yg dinantikan. Lama dia terdiam, memperhatikanku dari ujung kaki hingga kepala, mungkin dia lagi mikir, orang udik ini lagi mau cari kerja jadi clening service yah.
"Ngak tahu" itulah jawaban yg sama sekali tak ingin ku dengar dari lisannya, bagai tertusuk sembilu yang tajam dari perasaan putusnya seorang kekasih yang sangat di cintai. Sakit dan mengecewakan.
Singkat cerita untuk mengobati rasa kekalutan yg menggerogoti jiwaku, ku putuskan untuk mengintari kampus itu, tiba-tiba mataku menangkap sebuah papan yg berisikan gambar2 kecil dan keterangan tentang bagian-bagiannya, sekedar iseng memperhatikannya dan juga merupakan solusi alternatif agar aku tak harus lelah berjalan untuk mengintari setiap pojok dan jengkal kampus itu, yg menurutku sangat luas, (apalagi kalau di pakai untuk menanam padi, pastilah akan menghasilkan berpuluh-puluh ton)
Sikilas namun pasti, namun huruf "BAAK" yg terpampang di papan itu, ibarat huruf yg tak asing lagi bagiku, ku rogoh secarik kertas formulir kelulusanku, dan yah tak salah lagi, itulah tempat dan tujuan utama ku pagi ini, namun ada yang berbeda, mengapa letaknya bukan di daerah yang kudatangi tadi?? Adakah yg salah dengan gambar di papan itu??, seribu dua tanya mengahampiri rongga kecil di kepalaku, yg semenjak dua malam lalu masih terasah berat akibat pengaruh menghirup udara kota yg sangat sesak di paru-paruku, namun sekali lagi, ku fungsikan ingatanku tentang pelajaran geografi yg pernah ku dapatkan berkaitan dengan peta, ditambah analisa kemampuan kecerdasan mekanika fisika dan matematikaku, maka dapat ku pastikan bahwa memang bukan di tempatku tadi lokasinya, namun jauh di seberang jalan lah tempatnya.
Bergegas, kutinggalkan tempat itu, dengan penuh Rasa kesal, malu, kecewa dicampur rasa lainnya bercampur sudah di dalam sepering hati dan kini aku malah memilih untuk melahapnya habis tanpa tersisa , ternyata aku telah menghabiskan satu jam lebih menjadi orang bodoh yang tersasar di tempat dan lokasi yang berbeda. dengan sedikit lari-lari kecil ketelusuri jalan penghubung antara lokasi ku bermula dengan lokasi yang ku tujuh yang ternyata berbeda jauh dari peta hasil karya temanku. Namun tiba-tiba kakiku terhenti di sebuah persimpangan jalan besar, apakah anda tahu mengapa aku terhenti?? Yah tepat sekali, menunggu jalan sepih untuk dapat menyembarangi jalan itu.
Heheh

Tanah Rantau (Datang Ke Kota)

Enam tahun sudah kisah itu telah berlalu, ketika sang burung belajar mengepakkan sayapnya...
Masih terniang jelas di ingatan saat itu, ketika aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di sebuah kota yg asing bagiku.
Ahh entahlah perasaan apa yg berkecamuk dalam diri ketika itu, disaat diri ini harus berangkat ke kota itu, seorang diri, tanpa sanak saudara ataupun keluarga, yg hanya bermodalkan nomor hp seorang saudara jauh yg kebetulan juga ada di kota yg sama.
Subuh itu cuaca cukup mendung namun bersahabat, ketika aku membuka mata memasuki gerbang  selamat datang,,, bingung bercampur sedikit ragu, kemana dan dimana aku akan berlabuh, sedang alamat tak kunjung ku dapatkan walau ada yg kutuju namun akupun tak mengerti. Ahh sudahlah dengan sedikit keberanian, ku akhirnya berhenti di depan sebuah universitas negeri tempat sanak keluargaku itu menuntut ilmu.
Disambut desiran angin subuh yg menggigit, ku berusaha memainkan tombol hijau kotak ajaib yg menjadi modal aku merantau, ahh lama nian deringan ini di jawab, sedang kalap hati ini menyaksikan gedung-gedung asing yg ibarat monster di film ultramen yg ku tonton dulu... sungguh mengerikan, sampai akhirnya semua itu sirna tatkala jawab salam telah bersahut di sebelah layar kecil yg menyala-nyala.
Dan sekarang, tantangn kedua menerpa, ketika harus menunggu sedang sang orator jalan telah datang silih berganti menawarkan jasa pengantaran,,, yah orang udik sepertiku pastilah di hinggapi rasa cemas dan was-was apalagi kemarin baru saja aku menyaksikan siaran "buser" tentang aktivitas pemalakan, hipnotis, pencurian dan pemerkosaan (walaupun hal ini sangat jarang ku dapati adanya seorang lelaki yg di culik, di perkosa kemudian dibunuh)...
Ahh ingin rasanya kembali lagi ke tanah kelahiran, agar aku kembali lagi ke sangkar yg nyaman dan amanku. Namun semua itu sirna tatkala kusaksikan sesosok pria seumuranku berada di seberang jalan, dengan sepeda merah yg ia kendarai, samar-samar ku tangkap wajah yg tak asing bagiku,,,, akhirnya tiba juga masaku melepaskan kegelisahan yg kini menghantuiku,,
Dengan mengendarai sang kaki tiga kepunyaan "daeng", aku melaju menuju gang sempit di pimpin sang nahkoda roda dua merah yg ada di depanku sebagai penunjuk jalan....
Akhhh....

Jumat, 11 Maret 2016

Kan Kucintakan Engkau dengan Lelaki Penuh Pesona Itu

by Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Inginku mengajak Anda memperkenalkan seorang laki-laki yang didamba surga. Dialah lakilaki yang ditinggalkan orang tuanya semenjak balita. Dialah lelaki padang pasir yang memiliki keistimewaan dan kesempurnaan yang sulit kutorehkan dengan kata-kata. Namun begitu, kuusahakan untaian kata-kataku ini mewakili ucapan-ucapan mereka yang pernah melihatnya, bersamanya dalam suka dan duka, mendengar tutur katanya sekaligus menyaksikan sosoknya yang begitu berbekas dalam jiwa. Duh, tak sabar lagi pena ini menari untuk kawan dan memang untuk kawanlah kupersembahkan tentangnya..

Binar Indah Matanya
Lebar dan hitam kedua matanya nan berkelopak panjang. Bulu matanya amat letik menawan. Alisnya melengkung rapi bak bulan sabit dan bersambung.

Tampan Wajahnya nan Rupawan
Sekiranya lelaki ini hidup saat ini maka para wanita akan tergila-gila dengan elok rupanya. Mereka akan terpesona. Bagaimana tidak, kawan? Wajahnya begitu tampan, cerah nian seolah-olah di mukanya lah lintasan peredaran mentari. Manis pula dipandang. Ketika ia bergembira maka bercahayalah rona wajahnya nan mempesona. Rekan-rekannya mengibaratkan wajah lelaki itu dengan potongan rembulan saat purnama menjelang yang mengikis gelapnya malam. Subhanallah, sungguh elok rupanya bak terbitnya mentari di ufuk timur. Ketika lelaki itu marah, mukanya akan memerah seakan-akan ada biji buah delima.
Duhai kawanku, kerabatku, saudaraku, saudariku …
aku tidaklah mengada-ada bertutur karena begitulah rekan-rekannya berucap.
Salah satu rekannya berkata,”Jika aku melihatnya seakan-akan aku melihat matahari yang sedang terbit.” Kawannya yang lain bertutur,”Apabila dia bergembira, wajahnya bercahaya sehingga terlihat
seperti potongan rembulan.” Wanita muda yang menjadi salah satu belahan jiwanya pernah berkata, ”Jika aku melihat keringat yang ada (menetes) di wajahnya, ia (begitu) bersinar bagai kilat yang melintas.” Pernah suatu ketika ada orang yang melihatnya di suatu malam yang cerah kemudian orang tersebut berkata sambil tertegun, ”Aku memandangnya, kemudian kupandang rembulan, dia memakai baju merah, ternyata dia lebih indah dari rembulan.” Subhanallah kawan … tidakkah engkau jatuh hati?

Keringatnya pun Harum Semerbak
Memang demikian adanya. Keringatnya yang membasahi tubuhnya begitu wangi
mengalahkan harumnya wewangian. Orang-orang akan mengetahui bahwa dia melewati suatu jalan karena harum tubuhnya yang tersiar. Seorang temannya berkata, ”(Butiran-butiran) keringatnya merupakan minyak wangi yang paling harum” Rekan wanitanya berucap pula, ”Keringatnya lebih harum dari minyak wangi” Rekan yang lain bertutur, ”Aku pernah menggapai tangannya kemudian kuletakkan
diwajahku, ternyata tangannya lebih sejuk dari embun dan aromanya lebih wangi dari misik.”

Mereka Begitu Cinta dengan Sosoknya
Kawanku yang kucinta..
Orang-orang yang bergaul dengannya begitu mencintainya sampai pada batas hayam (tergila-gila). Mereka mencintainya karena kesempurnaannya yang menjadi idaman dan sosoknya yang menenteramkan jiwa bagi yang memandang. Mereka mati-matian untuk mengerumuninya dan mengagungkannya. Lihatlah kawan, mereka mampu menceritakan secara detail tentang lelaki itu. Tentang putih kulitnya, renggang gigi depannya, wajahnya yang seputih pedang yang tajam, tulang
persendiannya yang besar, indah nan serasi betisnya, lembut nan halus bulu dadanya dan
hal-hal lainnya yang menggambarkan secara utuh sosok lelaki itu. Itulah salah satu tanda cinta mereka yaitu mengetahui segalanya tentang figur yang dicinta.

Nyawapun Mereka Pertaruhkan untuk Lelaki Itu
Tidakkah engkau tahu bahwa nyawa pun mereka taruhkan demi lelaki itu? Marilah sejenak
bersamaku melihat buktinya. Ada dua anak kecil yang sangat mencintai lelaki itu. Ketika keduanya mendengar kabar kepastian bahwa lelaki itu dicela maka keduanya bertekad membunuh si pencela. Iya kawan, membunuh si pencela. Anak kecil pertama berkata dengan penuh ketegasan dan jiwa kesatria, ”. Demi Allah jika aku bertemu dengannya (si pencela), niscaya aku dan dia (si pencela) tidak akan berpisah sampai salah satu di antara kami terbunuh.” Anak kedua pun berkata demikian. Kemudian ketika keduanya bertemu dengan si pencela lelaki itu, segera pedang-pedang terhunus dan larut dalam pertarungan, mereka pun berhasil membunuh si pencela. Subhanallah, alangkah besarnya kekuatan cinta yang tertancap dalam sanubari kedua anak itu. Cinta mampu menghunus tajamnya pedang hingga mengalirkan darah di kancah peperangan.

Tahukah Kawan Siapakah Lelaki Itu?
Dialah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang begitu sempurna perawakannya, yang
begitu cinta kepada kita sebagai umatnya, yang tak ingin umatnya terjerumus dalam kubangan neraka, yang telah mengajarkan kita agama Tuhannya, yang dinantikan surga, yang menjadi teladan seluruh umat hingga akhir zaman, yang, yang, yang, yang, …. Duhai kawan di manakah cinta kita teruntuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibanding pesona cinta beliau kepada kita?
Di manakah cinta kita teruntuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibanding gelora cinta para sahabat teruntuk beliau? Cobalah kita tengok gelora cinta dua anak kecil dari kaum anshar yang kututurkan di atas. Keduanya bertaruh nyawa untuk membunuh Abu Jahl yang telah mencaci Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kekuatan cintanya mampu mengeluarkan pedang dari sarungnya hingga berhenti setelah darah tertumpah. Bagaimana dengan kita????

Jangan biarkan cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertepuk sebelah tangan, kawan.
Cintanya itu dibuktikan dengan selalu mengikuti petunjuknya. Buktikanlah …

Kamis, 14 Januari 2016

#WahdahBukanTeroris

Kisah 1
Kenangan Indah Di Wahdah Islamiyah
Oleh : Harman Tajang

Tahun 2000, Setelah saya menamatkan sekolah jenjang menengah atas (MAN 1 Bulukumba), sebagaimana yang lain saatnya merantau mencari jati diri, kuliah maksudnya.. Dan tentunya Makassar yang menjadi idaman, saya diantaranya, jurusan Aqidah Filsafat perbandingan agama yang menjadi incaran dan favorit dan Alhamdulillah, saya termasuk yang diterima tanpa tes pada jurusan tersebut di salah satu perguruan tinggi di Makassar, ditambah beasiswa karena prestasi di sekolah Alhamdulillah, ditambah pernah menjadi duta Sul-Sel dalam MTQ tingkat Nasional thn tsb.. Oh iya, sekedar info, ana besar di dunia MTQ sejak kelas 2 SD disegala bidang; hafalan, tilawah, kalighrafi, CCQ, dan karir yang sampai ke tingkat Nasional adalah cabang MSQ (Musabaqah Syarhil Qur'an) thn 2000 sebagai penceramahnya, pelatih ana Prof. DR. Rahim Yunus, MA hafidzahullah.. Dan karena itu, sepulang lomba ana laku laris.. Hehehe, diundang ceramah kemana-mana, Maulidan, Isra Mi'raj, Takziyah, Dll... Padahal masih SMA waktu itu lho.. Alhamdulillah, dan yang lebih disyukuri lagi akhirnya saya mulai mengenal sunnah...
Kembali ke Laptop...
Bersiaplah kami ke Makassar untuk menggapai cita setinggi langit, menjadi ahli Filsafat..
Namun, beberapa hari sebelumnya ada acara peresmian masjid di Kampung Ela-Ela namanya, di Kota Bulukumba, biasa... Ana dipanggil ngaji untuk pembukaannya, eh afwan, bukan peresmian tapi peletakan batu pertama, dihadiri bupati dan tokoh-tokoh yang lain, tapi bedanya rata-rata yang hadir banyak yang jenggotan... Hehehe, iseng tanya, orang bilang ; ini Masjidnya Wahdah (Masjid At-Tarbiyah sekarang),..
Setelah sambutan bupati, ada sambutan dari Wahdah, yang naik bicara seorang Ust berperawakan tinggi, putih, ganteng, serak-serak basah, bersemangat,.. Yaah, mirip2 saya, heheheh. Rambutnya maksud ana karena kebetulan rambut sebelah kiri ana sama modelnya rambut beliau, menghadap kedepan.. Hehehe
Yang membuat saya tersanjung, dalam sambutannya beliau sebut saya secara khusus, masih seger dalam ingatan beliau bilang gini : "tadi yang ngaji itu saya tersentuh dengan suaranya (cie...chie...), punya bakat dan potensi, kalau mau, saya akan beri beasiswa penuh kuliah di Makassar, di kampus kami yang bernama Stiba".. (Hehehe, ternyata beliau belum tahu, saya calon mahasiswa Filsafat, sorry tadz ya...), tapi terus terang keramahan beliau membuat saya jatuh cinta, ramah dan mudah mencuri hati semua orang, termasuk saya, saat ngobrol kayaknya udah kenal sebelumnya padahal baru ketemu hari itu, masya Allah.. Beliau akrab dipanggil Ust. Zaitun, Bupati Bulukumba Drs. H. Patabai Pabokori kelihatan sangat menghormati beliau..
Setelah acara itu saya kembali fokus, tibalah waktunya ke Makassar, baru pertama kali, dilepas deraian air mata sang Ummi, saung diangkat, tekad dikokohkan demi, menjadi ahli Filsafat... Tiba di kampus, takjub dengan kemegahannya (sebenarnya semua membuat saya takjub, maklum orang udik ke Kota, hehehe), perkuliahan sudah dimulai, hm... Rasanya gimana yah? Bangga sih jadi mahasiswa, tapi kok hati ini belum puas dan kayaknya ada kebimbangan... Nggak tau sebabnya.
Beberapa hari setelahnya, pulang dulu ke kampung, ceritanya mau ambil perbekalan, setiba di Bulukumba Bapak rahimahullah bilang : "nak, ust. Herman pernah kesini, beliau harap kau masuk Stiba supaya bisa ke Medinah, kata beliau pesan dari ust. Zaitun bede', ndak lama lagi ujian masuk, ikutmako".
Mendengar Bapak bilang begitu, sebenarnya sedikitpun saya dak ada minat, apalagi kalo liat penampilan mereka (Wahdah) yang jenggotan dan celana cingkrang seperti ust. Herman, saya gak suka waktu itu...
Tapi demi bakti pada bapak, saya ikut tes Stiba, belum pernah liat kampusnya dan gak ada gambaran apa yang istimewa darinya, saya cuma termotivasi 'bisa kuliah di Medinah' (maklumlah, kuliah diluar kan keren). Singkat cerita saya ikut tes, ternyata tempatnya disebuah lorong yang kalo mobil berpapasang yang satu harus ngalah mundur kebelakang agar bisa lewat, atau merapat ke pagar dengn resiko mobil tergores, itulah Masjid Wihdatul Ummah (Wihdah Abdesir sekarang), terus terang pemirsa, keinginan saya jadi ahli Filsafat belum sirna, bahkan keinginan lanjut kuliah dikampus sebelumnya masih lebih besar, bayangkan... ! Sampai saya berdo'a waktu ikut tes StibA 'semoga gak lulus', (heheheh, aneh juga, biasanya org ujian untuk lulus, bahkan ada yang sampai nazar puasa atau sembelih sapi jika lulus).
Pengumuman keluar, nama ana ternyata ada nyangkut di urutan '17'.
Bingung, hahahaha
Antara mengejar cita-cita dan bakti pada orang tua dengan sedikit keinginan keluar negeri..
Akhirnya saya putuskan, jalani dulu di Stiba, kalo gak cocok kan bisa balik lagi ke kampus yang pertama.. Tibalah saatnya ke kampus Stiba, karena waktu tes waktu itu bukan di Stiba langsung tapi di kantor Wahdah di Abdesir tadi..
Dengan bermodal alamat ditangan, saya berangkat sendiri, kampusnya di Kassi, Antang, bayangan saya kemegahan kampusnya mirip kampus yang pertama, setelah tiba di gerbang luar, ternyata harus jalan kaki sekitar 500 Meter, kampusnya dekat-sekat RPH (rumah pemotongan hewan) dan TPA (tempat pembuangan akhir sampah), saya berjumpa dengan ROSA (rombongan sapi) dan ROKER (rombongan kerbau), heheeh, firasat saya mulai menangkap sesuatu yang buruk, masak ada kampus megah di tempat seperti ini..  Saya hampir pulang, urungkan niat, tapi, liat dulu ah.. 
Dengan menenteng koper (sebenarnya punya roda tapi gak bisa diseret karena aspalnya penuh tinja ROSA dan ROKER) mentoklah saya di sebuah empang, dari kejauhan saya melihat sebuah mesjid dan bangunan sederhana, saya kira pos pengamanan, setelah nanya sama yang lewat, "Pak, mana kampus Stiba?,. "Itu sana pak, yang Masjid", dunia teras gelap, langit seakan mau runtuh, betulkah ini kampus Stiba?!
Waktu itu saya baju kaos putih bertuliskan 'MUSABAQAH TILAWATIL QUR'AN TINGKAT NASIONAL, PALU thn. 2000', dibelakangnya tertulis 'SUL-SEL'. Itu baju kebanggaan dan kehormatan, saya rasa gak pantas berada ditempat seperti ini.. Dari kejauhan kulihat teman satu kontingen saya dulu melambaikan tangan, saya mendekat, saya bilang : "tabe, mauma' pulang, dak kusangkai Stiba seperti ini". Temanku bilang : "tinggalmi dulu 3 hari ikut penataran (daurah istilah kerennya waktu itu), sudah itu baru pulangki sama-sama". (Heheheheh).
Hari pertama kulalui dengan kegalauan, hati berkecamuk,... Malamnya acara perkenalan para mahasiswa baru, tiba giliran saya, saya sebut semua prestasi, termasuk karir terakhir sebagai duta Sul-Sel.. Setelah acara ramah tamah, ketua senat datang minta ana kultum Subuh, dengan PeDe kusambuti tawarannya, akan kubuat mereka 'terkeneng-keneng' dengan pidato syarhilku tingkat nasional...
Tibalah waktu Subuh, lepas shalat tampillah ketua senat mempersilahkan : "ikhwah sekalian, Subuh ini kita akan mendengarkan kultum dari salah seorang mahasiswa baru, yang baru-baru ini mewakili Sul-Sel dalam MTQ tingkat Nasional cabang Syarhil Qur'an di Palu, kepadanya disilahkan"...
Saya tampil dengan langkah tegap, memakai jas kebesaran kontingen dengan Logo Sul-Sel, coklat muda kalo gak salah, semua ilmu tampil saya kerahkan yang merupakan hasil karantina sebulan diasrama haji Sudiang sebelum berangkat ke Palu, tarik nafas dalam-dalam untuk menghilangkan gugup, jangan liat mata audiens, lihat kepala mereka dan anggap saja semuanya semut, termasuk pesan penasehat spritual saya amalkan, diantaranya ; kalo mau tampil arahkan lidahmu ke bawah sambil membaca surah Al-Ikhlas, dan niatkan semua lawan-lawanmu di bawah, bayangkan huruf 'Allah' dan bayangkan kau duduk dalam huruh 'ha' (hehehehe, jangan diamalkan yah!), dengan berapi2, saya pidato dihadapan mereka para mahasiswa baru, belum ada yang saya kenal kecuali teman sekontingen saya, seorang ikhwah berjenggot tebal yang saya kira dosen yang dikemudiN hari ternyata sekelas saya mengangguk-angguk, saya semakin semangat.. Tujuh menit jatah kultum molor sampai 15 menit, selesai.
Semua puas, kagum, termasuk saya... Namun belum sampai saya kembali duduk, naiklah sesesorang yang ternyata dosen di stiba, sangat tenang, beliau menyambut semua mahasiswa, dan memuji ceramah saya, saya besar kepala, kesemsem senyam-senyum, namun ternyata, setelah kepala saya 'dielus-elus' saya 'dibanting', beliau mengurai hadits-hadits yang saya ceramahkan satu persatu yang ternyata semuanya lemah, bahkan ada yang palsu..
Saya malu luar biasa, gak nyangka sperti itu, padahal saya tinggalkan Bulukumba melihat diri saya sudah seperti 'Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah', apalagi ceramah yang saya banggakan sudah tampil diivent tingkat nasional, bukan hal yang gampang, namun ternyata diluluh lantahkan oleh ust tsb, yang dikemudian hari saya tahu bernama Ust. Muhammad Yusran Anshar...
Saya terhentak, tersadar, keangkuhanku runtuh, ternyata aku bukan apa2.. Akhirnya tekadku bulat, harus belajar lebih mendalam, kupustuskan di Stiba, semakin saya rasa kejahilan namun, alhamdulillah bersinergi dengan kehausan ilmu, sampai Allah memilihkan jalan ke Sudan, melanjutkan pendidikan di International University Of Africa, selepas itu Alhamdulillah kembali bergabung dengan barisan pejuang sunnah insya Allah diantas Manhaj yang shahih, Al-Qur'an dan Sunnah dengan pemahaman para Salaf..
Syukran ya Allah atas hidayahMu
Terima Kasih guru-guru saya yang tercinta, dari kalianlah saya belajar ilmu, adab dan tujuan hidup yang sebenarnya..
Terkhusus buat kepada yang menjadi Sebab pertama kali kami melihat hidayah ; ust. Muhammad Zaitun Rasmin hafidzakalllah, apa yang saya pelajari dari kesabaran, kesantunan dan keramahan ust lebih banyak dari ilmu ust..
Semoga Allah menjaga ust dan Wahdah Islamiyah, di Wahdalah saya belajar dakwah bil hikmah tanpa ta'asshub dan arogan... Juga buat Murabby pertama saya : ust. Herman Hasyim -hafidzahullah-
Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad.

Kisah 2
Kisah Indah di Wahdah Isalmiyah
Oleh: An Nisa Uka Nur

"Sejak menempuh jalur pendidikan SD, saya adalah orang yang kritis dalam setiap keadaan yg menurutku tidak logis, tidak benar maka harus sy kritisi. Sejak duduk di SMP pun sdh mengenyam dunia organisasi, banyak ikut pada lembaga2 kemasyarakatan, kurang lebih 5 organisasi pun sy pernah berada di dalamnya bahkan ada yg SESAT. Tahun 2002 tamat SMU adalah awal keseriusan berada pd ormas Dakwah. Sampai tahun 2004 mengharuskan tuk hijrah ke kota Daeng untuk melanjutkan studi di dunia Kampus. Sy pun harus ikut menempati kediaman keluarga yg tak lain adalah ketua LP2ks WI dan istrinya Ketua Lembaga Muslimah DPP WI kala itu di tahun 2004. Nah, selama tinggal bersamax tak sekalipun beliau mengajak saya untuk bergabung bersamax walau dirumah baik kelompok tarbiyah Laki-laki dan perempuan tiap pekan dilakukan. Sy banyak membaca beliau dengan akhlakx akhirnya sy kadang nebengmi ikut kalo ada acarax. Dan sangat tersentuh awal sy hadir di daurah di meskam Unhas pematerix seorang Sheikh dari Arab Saudi, akhwat2x ramah. Akhirnya ada kedamaian hati maka hijrahlah ke WI tahun 2004. Sampai pada saat ini tdk pernah ada ilmu kekerasan yg diajarkan tp sumber dari AL Quran dan As Sunnah yg sahih. Islam adalah agama Rahmatan lil alamin. Semoga keberkahan kepada kakak sepupu Ustadz Syamsuddin kurru dan Ummu Ahmad. Sy banyak belajar denganmu dengan agama dan dakwah ini."

Kisah 3
Jalan Hidayah
Dulu.... Waktu kuliah, Saya tidak suka wahdah islamiyah, bahkan saya benci, Saya halangi kadernya kalau mau buat kegiatan di kampusku, Karena saya adalah salah satu pentolan organisasi islam (he he) di kampus tempat saya kuliah, saya benci wahdah karena pemikirannya sangat normatif, mengungkung kreatifitas berpikir, membuang jauh-jauh logika, Menutup kran - kran diskusi, Rujukannya Saudi Ulamanya berjenggot semua dan bersorban, sebut saja Ibn Taimiyah, ibn baz, albani, Tidak seperti ibn sina, ibn rusd. Karena saya besar dengan prinsip-pripsip rasionalitas. Berguru dengan buku-buku mereka, ibn sina, ibn rusyd, bahkan buku-buku rasionalitas barat, emiel durkheim, plato, socrates, bahkan pemikiran karl marx, stelin, lanin
Belakangan....
Setelah selesai kuliah S1 di makassar tahun 2005, saya pulang kampung. Saya berkenalan dengan seorang aktivis Wahdah, yang sabar mondar-mandir pulang - pergi kendari -baubau setiap bulan. Untuk mendakwahkan Islam, Beliau adalah sang murabbi pembawa hidayah. Mengenalkan saya ajaran islam yang benar tanpa pernah mengatakan bahwa dirinya adalah pembawa bendera wahdah islamiyah ke jazirah sulawei tenggara (beliau adalah ustazhuna Ketua DPW Wahdah Islamiyah Sulawesi Tenggara Sekarang).
Beliau hanya meminta saya untuk selalu menemaninya kalau di baubau. Tanpa pernah mengajak saya untuk bergabung di wahdah. Tetapi seiring dengan perjalan waktu saya jatuh cinta dengan semangat perjuangannya, keikhlasannya untuk menyampaikan risalah mulia ini di atas tanah buton tepatnya di Kota Benteng terluas di dunia, Kota Baubau Saya semakin Cinta bukan hanya dengan semangatkan perjuangannya, tetapi dengan ajaran yang beliau bawa yakni AL QUR'AN DAN HADIST.....
Bahkan lebihh dari itu, saya cinta dengan Organisasinya, WAHDAH ISLAMIYAH
Tentunya semua itu Karna ALLAH AZZA WAJALLAH Maka pada Tahun 2008 yang lalu saya putuskan untuk mencurahkan semuanya Untuk mengusung DAKWAH dan Perjuangan melalui WAHDAH ISLAMIYAH

Kisah 4
Terrorist ? Are We ?
oleh: Nur Rissa Maharany
Assalamu’alaikum, everyone!
Nama saya Nur Rissa Maharany, seorang perempuan kelahiran Baubau, suatu kota di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Saya seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo Kendari, sebenarnya sudah lulus S1 dan dapat gelar sarjana bulan lalu tetapi tetap saja bagi mahasiswa kedokteran, gelar S.Ked di belakang nama itu tidak merubah status, kami masih seorang mahasiswa yang harus bayar SPP lagi, masih harus belajar terus, masih ujian hampir tiap bulan, and our goal is to get tittle “dr” in front of our name. Ups, sorry, tulisan ini bukan dibuat untuk memperkenalkan diri saya –memang saya siapa?? Hehe. Saya ingin menulis suatu opini, tanggapan, pendapat, tentang “hot issue” yang ramai on my timeline facebook ataupun twitter, tentang tayangan di satu channel TV Nasional kita, sebut merek saja ya, Metro TV, yang menampilkan beberapa daftar jaringan teroris katanya dan secara mengejutkan “Wahdah Islamiyah” di bawah pimpinan Ustadz Zaitun Rasmin termasuk di dalamnya. Tulisan ini mungkin bukan suatu tulisan ilmiah –karena saya memang bukan seorang cendikiawan muslim. Jangan harap tulisan ini akan memuat sejarah berdirinya Wahdah Islamiyah, metode dakwahnya, bantahan ilmiah dan sebagainya, tidak akan. Tulisan ini murni pendapat dan pengalaman-pengalaman saya sendiri saja.
Well, dengan bangga, saya katakan bahwa saya adalah salah satu dari, emm, mungkin puluhan ribu atau ratusan ribu Kader Wahdah Islamiyah. Sama bangganya ketika saya mengatakan bahwa saya adalah anak Ayah saya, sama bangganya dengan saat saya bilang bahwa saya adalah seorang kelahiran Baubau, my lovely hometown, yang punya benteng terluas di dunia, yang punya banyak wisata pantai (err, mungkin perlu tulisan khusus untuk menjelaskan Baubau, hehe). Dan sama bangganya dengan ketika saya memperkenalkan diri sebagai seorang akhawat/muslimah berjilbab besar alias lebar, serta sama bangganya dengan saat saya berikrar bahwa “I am a Moeslim, and I’m proud”. Mungkin sebagian dari kalian bakalan bilang, “huu, tuh kan, fanatik kelompok, ekstrim!”. Yah, terserah, tapi satu hal yang ingin saya sampaikan, semenjak di awal saya tarbiyah/ngaji di Wahdah Islamiyah, murabbiyah/ustadzah saya sudah terlebih dahulu menanamkan di kepala kami, bahwa lembaga ini hanya dijadikan sebagai “kapal” untuk berjuang bersama-sama di dalamnya untuk menuju tujuan yang sama yaitu meraih surga. Namun, bukan berarti yang masuk surga cuma anggota Wahdah Islamiyah saja, bukan berarti orang yang tidak masuk di Wahdah adalah penghuni neraka, juga tidak benar bahwa kalau masuk Wahdah Islamiyah pasti masuk surga, haha, sama sekali tidak ada jaminan. Dengan bangga (lagi), saya mengatakan bahwa kesetiaan kami bukan pada orang atau kelompok, kesetiaan saya bukan pada Murabbiyah saya, bukan pada Ketua Lembaga saya, bukan pada Ustadz Zaitun Rasmin, bukan kepada Ormas Wahdah Islamiyah, melainkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Selama kelompok/lembaga ini menjalankan prinsipnya alias syariat Islam, tidak mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, maka It’s Okay. Tapi andaikata lembaga ini menyimpang dari Allah dan Rasul-Nya, jika saja misalnya Lembaga ini meng-halal-kan TERORISME, dan andaikan di kelompok-kelompok tarbiyah yang diajarkan adalah ‘Cara Membuat BOM’, atau mungkin ormas ini mau berubah jadi partai politik misalnya, hehe, maka dengan TEGAS dan TANPA RAGU kita akan “berpindah kapal”, kita akan berhenti menuntut ilmu di Wahdah Islamiyah. Ini baru dibahas tentang ISU FANATISME KELOMPOK, ini belum mengerucut soal ISU TERORISME yang akhir-akhir ini sangat seksi untuk di bahas di media-media (semenjak peristiwa WTC dan Bom Bali, serta kembali hot setelah munculnya ISIS dan paling terakhir ini Teror di Paris). Kembali saya tegaskan bahwa kami tidak pernah di ajarkan untuk fanatik pada kelompok/organisasi tertentu, tetapi kami setia pada agama kami Islam, setia pada Allah dan Rasul-Nya.
Mungkin seperti kader Wahdah Islamiyah lainnya, saya berada di lembaga ini bukan karena diajak dengan kalimat “Ayok, masuk Wahdah Islamiyah, yuk!”. Tentu bukan. Kebanyakan dari kami diajak dengan kalimat “Belajar ngaji, yuk!”, “Mengenal Islam, yuk!”, “Perbaiki bacaan Al-Qur’an, yuk!”. Satu-dua mau dengan sekali ajakan, banyak juga yang baru mau setelah ratusan kali ajakan, dan sangat banyak yang tak pernah mau bahkan setelah ribuan kali ajakan (Miris, ya? Negara mayoritas Muslim tapi susah diajak belajar ngaji). Tapi tidak sedikit juga yang datang karena memang keinginan diri sendiri untuk belajar Islam, mengenal agama sendiri. Iya, keinginan sendiri, mencari sendiri, bukan diajak orang lain. Dan memang, ketika kami memulai aktivitas tarbiyah/ngaji, yang kami dapatkan adalah ilmu agama, perbaikan tajwid dan bacaan Al-Qur’an, mengenal agama kita sendiri, bukannya bagaimana cara memperkaya ormas dan sejenisnya, apalagi melawan pemerintah, ataupun cara membuat BOM. Haha.
Saya bahkan saat memulai tarbiyah/ngaji tidak tahu bahwa saya sedang berada di suatu lembaga ataupun ormas Islam (maklum, waktu itu masih ‘polos’, tidak mengerti soal organisasi dan sebagainya, hehe), karena memang fokus kegiatan di tarbiyah adalah belajar ilmu agama tiap pekan dan perbaikan bacaan Al-Qur’an bersama teman-teman saya dan diajar oleh seorang murabbiyah/ustadzah. Saya mulai tarbiyah waktu itu sekitar tahun 2012, malah aktif dan rutin nanti di sekitar awal tahun 2013. Saya baru tahu nama “Wahdah Islamiyah” justru setelah berbulan-bulan tarbiyah, itupun karena setelah diberi undangan untuk menghadiri acara-acara seperti ta’lim, tarbiyah gabungan, tabligh akbar, sampai acara besar seperti Dialog dan Seminar Islami yang diselenggarakan oleh ormas Wahdah Islamiyah. Nah, ini juga membuktikan bahwa Wahdah Islamiyah itu bukan ormas Islam yang rahasia, yang menutup diri, sama sekali tidak. Wahdah Islamiyah sangat sering membuat event-event besar seperti Dialog dan Seminar Islami ataupun Tabligh Akbar yang berskala besar yang terbuka untuk umum dan dihadiri oleh ribuan orang, bahkan mengundang pemerintah ataupun Kepala Daerah. Nanti akan kita bahas event besar yang saya maksud ini, sabarr.
Nah, setelah mengetahui nama “Wahdah Islamiyah” jadilah saya kepo dan ingin tahu, sejarah berdirinya, ketuanya, visi dan misinya, dan sebagainya. Tetapi, mungkin banyak yang sudah tahu dan mengalaminya sendiri, jika kita masukkan keyword “Wahdah Islamiyah” pada mbah kiyai Google, yang muncul adalah eng ing eng.. terpampang judul besar KESESATAN WAHDAH ISLAMIYAH, bahkan berjilid-jilid mulai dari jilid 1 sampai entah jilid berapa. Sempat kaget juga ketika baca judulnya, tapi (tumben) otak kritis saya jalan waktu itu, tidak lantas menerima. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala waktu itu adalah “masa sih?” “alasannya apa?”. Jadilah saya membaca tulisan itu tanpa melewatkannya, tapi yang ada setelah membaca adalah rasa heran, karena selama tarbiyah dan berada cukup lama menuntut ilmu di Wahdah Islamiyah saya tidak pernah menemukan apa yang dituduhkan pada tulisan tersebut. Sejauh ini saya juga tidak pernah menemukan ada kader atau muslimah-muslimah yang berhenti tarbiyah setelah membaca artikel itu (ini sepengetahuan saya ya). Iya, karena kita sadar, kita tidak pernah menemukan seperti apa yang dituduhkan, bukan berarti si penulis itu bohong ya, yah mungkin bisa saja yang dia temui adalah “oknum” atau miss-interpretation alias keliru menginterpretasikan saja. Karena penulis tulisan itu adalah saudara kita sesama muslim juga. Yang disayangkan adalah orang-orang luar, yang tidak tahu apa-apa tentang Wahdah dan kemudian menggunakannya untuk men-judge seenaknya, bilang ,”Tuh, ormas kamu sesat! Banyak artikelnya di internet!” Jadi, karena masih tidak percaya dengan tulisan itu, saya berusaha mencari tentang tanggapan pihak Wahdah Islamiyah tentang tulisan itu, yah memang seharusnya kita menilai dari dua sisi. Dan kemudian saya dapatkan tulisan yang merupakan balasan dari tuduhan itu, judulnya adalah PEMBELAAN TERHADAP KESESATAN WAHDAH ISLAMIYAH yang juga terdiri dari beberapa jilid dan ditulis oleh para asatidzah Wahdah Islamiyah. Silahkan di-search sendiri ya, dan kalian akan menemukan betapa bersahaja-nya tulisan ustadz yang menulis pembelaan tersebut. Eh, maaf, salah fokus. 
Kalau soal ISU TERORISME, RADIKAL, dan sebagainya, ini jelas fitnah ya. Bahkan untuk membangkang dengan pemerintah tidak diperbolehkan, apalagi buat BOM? Bunuh diri dengan alasan apapun itu tidak boleh. Apalagi membunuh orang dalam jumlah yang massif? Ataukah ciri teroris dan radikal itu adalah celana cingkrang dan jenggot bagi laki-laki ataupun jilbab besar dan bercadar bagi perempuan? Jadi kalau kita pakai jilbab besar dengan warna gelap lantas kita adalah golongan ekstrim? Dituduh ekstrim oleh orang lain saja tidak enak, apalagi kalau yang mengatakan itu adalah orang terdekat. (Hiks, curhat nih gue, haha) smile emotikon Saya ingat, setahun yang lalu kata salah seorang kakak yang juga kader Wahdah, “Hari ini mungkin kita masih diuji dengan masalah internal kita, tapi bisa jadi esok lusa kita akan diserang dari eksternal, dari orang-orang Syiah, orang-orang Liberal dan musuh-musuh Islam lainnya”. Saya sangat setuju, apalagi dengan program yang dicanangkan Wahdah Islamiyah sejak 2015 lalu yaitu GETARNUS (Gema Tarbiyah Al Qur’an Nusantara) yang mempunyai misi untuk menggetarkan Nusantara dengan Tarbiyah dan Al Qur’an. Berusaha mengembalikan Kejayaan Umat Islam dengan memberikan solusi Abadi yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Kalian bisa search sendiri beritanya di google, Launching GETARNUS di bulan Januari 2015 dihadiri oleh ribuan orang, kemudian Majelis Akbar Relawan Qur’an (MARQ) yang diselenggarakan oleh Tim Getarnus Wahdah Islamiyah pada bulan Mei di Makassar dihadiri lebih dari 5000 orang MUSLIM menghadirkan walikota Makassar, kemudian MARQ di kota kami Kendari bulan Juni lalu dihadiri sekitar 3000 orang MUSLIM dan MUSLIMAH, belum lagi di kota/kabupaten lainnya di Indonesia, silahkan search di google. Musuh Islam mana yang tidak gentar dengan program GETARNUS ini? Kelompok anti-islam mana yang tidak geram dan marah dengan berbondong-bondonya muslim untuk ngaji dan tarbiyah? Maka tak heran lagi, jika kita dibombardir dengan berbagai fitnah dan tuduhan dari para musuh-musuh Islam!
Sebenarnya tulisan ini ingin saya selesaikan sampai di sini saja. Tetapi kalimat-kalimat setelah ini sangat sayang untuk tidak saya bagikan.
Jujur, berada di ormas ini, mengajarkan saya tentang optimisme dan mujahadah (semangat juang) yang tinggi, meski sampai saat ini saya MASIH TERUS TERSEOK-SEOK dan MERANGKAK untuk menjadi Muslimah yang optimis dan punya semangat juang. Mengajarkan optimisme soal apa? Soal kejayaan Islam, bahwa kembalinya Peradaban pada Ummat Islam itu sudah semakin dekat. Dengan cara apa? Dengan cara mengajak semua orang untuk tarbiyah, sederhananya, mengenal dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Semudah itu? Iya, kalau banyak dokter muslim atau mahasiswa muslim kedokteran ikut tarbiyah, maka dengan mudah kita mendirikan Rumah Sakit yang Syar’i. Kalau banyak orang yang bergelut di bidang ekonomi ataupun mahasiswa ekonomi ikut tarbiyah maka dengan mudah kita akan menegakkan ekonomi bersistem syariah. Begitu pula soal hukum dan lain sebagainya. Karena setiap muslim yang trabiyah paham, bahwa tidak ada sistem yang paling sempurna selain berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah. Dengan begitu, Khilafah Islamiyah bukan suatu mimpi di siang bolong. Wahdah Islamiyah memang bukan ormas yang selalu menggembar-gemborkan Khilafah, tapi ormas ini tahu harus memperjuangkan tegaknya Khilafah dengan cara apa.
Wokeh, maaf kalau tulisan ini tidak bisa membuktikan secara ilmiah bahwa Wahdah Islamiyah bukan jaringan teroris. Ini hanya berdasarkan pengalaman dan pendapat pribadi. Sorry juga kalau ada yang salah fokus, ada jokes alias becanda-becandanya di sana-sini. Maaf juga karena ada curhat colongan. Hehe. Anyway, thank you for reading this.

Kisah 5
Suara Hatiku Yang Paling Dalam Tentang Wahdah Islamiyah
Oleh: Kasmiy Maghfirah Ummu Ammar

Tahun 2007 saya mengetahui tarbiyah, 2009 baru sy tahu bahwa sy berada dalam ormas Wahdah dan alhamdulillaah sampai skrg semakin cinta dan cinta dgn jln sunnah yg kami kenal dgn wasilah lembaga Wahdah, karena memang sepanjang ingatanku kami senantiasa diajari oleh ust/ustdzah kami menjadi seorang mukmin.
kami diajari bagaimana brusaha mencontoh kehidupan Rasulullaah shollallaahu alaihi wasallam di semua sisi kehidupannya. Ada yang bilang wahdah Teroris? Siapa bilang wahdah teroris?
Justru kami diajari berkasih syg dgn sesama makhluk Allah yg lainnya, Kami diajari persaudaraan karena Allah, Dan nanti di Tarbiyah kami Betul2 mengenal ternyata ada Cinta dan benci karena Allah yg masyaa Allah bukan cinta dan benci karena Lembaga.
Pokoknya TARBIYAH di wahdah membuat konsep hidupku dgn masa jahiliyah dulu berubah 180°,insya Allah berubah mjadi memiliki tujuan hidup. Inilah suara hatiku, karena memang #WAHDAHBUKANTERORIS. semoga kita semua istiqomah dlm mgikuti Manhaj Rasulullaah shollallahu alayhi wasallam dan Para sahabatnya Radhiallaahu anhum.

Kisah 6
Sebalik Kisah Hidayah
Oleh: Arfan Djunaid,s.pd  
Bismillah...
Tulisan ini bukan untuk memperkenalkan diri saya..krn tdk ada juga manfaatx antum mengenal diri saya...saya hanya ingin berbagi cerita, bgm seorang hamba Allah yg bernama Arfan Djunaid,s.pd yg berkunniyah Abu Mushab mendapatkan hidayah. 
Suatu hari..ketika saya di SMA...kk saya muh yusuf Djunaid,s.pd,M.M, menegur saya' dek..potongki itu celanata, tdk boleh melewati mata kaki,sambil beliau mengeluarkan hadist yg berkaitan dgn isbal'..saya dgn pdx berkata..ah..masa hanya gara2 celana saya masuk Neraka..percumami pale sy mengaji..sholat..puasa..dan.lain2..
Dan saya terus mengeluarkan argumen...layakx orang yg lebih hebat di bandingkan dgn.kakak saya muh.yusuf.. Seiring waktu..saya dapat bebas test di UNHALU..masuk jurusan pend.fisika..tahun 1997..( udah lama ya).. Kebetulan kakak saya, dalam tahap penyelesaian kuliahx..sering mengajak ke mesjid..dulu mesjid Fastabiaul Khaerat..awalx sih malas...tapi karena di ajak terus..saya jadi tdk tega juga.. Di mesjid yg sederhana ini (entah sekarang bgm kondisix, dulu sempat kami rintis untuk ditingkat 2 bersama ustadz Ansar/Abu Ammar), saya berkenalan dgn orang2 yg Demi Allah..saya berbahagia pernah dipertemukan dgn mereka..orang2 yg begitu ikhlas dalam membina ummat..terutama dikalangan mahasiswa... Ada pa imam..la ode baa, la muda,..dan banyak lagi...tapi yg paling ana rindukan ustadzuna..tata Abdullah..dari beliaulah..pertama kali ana diperkenalkan apa itu Islam..apa itu sunnah...( semoga Allah menjagax).. 1997, 1998, 1999, 2000, 2001,2002, kurang lebih 5 tahun, dgn berganti2 murabbi...mulai dari ustadz tata, ustadz mashury, sampai ustadz ikhwan...tahun ana belajar islam lewat tarbiyah,, ta'lim dn berbagai kegiatan Islam yg lain...Demi Allah..kami di ajarkan ilmu, iman,amal dan da'wah..bukan yg lain..tdk pernah ana diajarkan membenci saudara kita, walaupun beda organisasi...tdk pernah ana di doktrin..jgn dtgi ta'limx us fulan..karena bukan dari Wahdah Islamiyah...tdk pernah diajarkan untuk memberontak pada pemerintah..( bgm mau mmberontak, demo aja kami di marahi ustadz,waktu lagi gencar2x demo menuntut p.harto turun).. Dan Alhamdulillah...di tahun 2016 ini karakter itu terbangun hingga sekarang...ana tetap tarbiyah...bersama us.dzulfikar alumni stiba...yg dari usia jauh di bawah ana..tapi dari sisi ilmu dan amal saleh...ana jauh tertinggal...dan apa yg disampaikan semenjak awal ana mengenal islam 1997..sampai 2016...apa yg di sampaikan ustadz kami yg beda generasi..tetap sama..berilmulah, berimanlah, beramallah, dan berda'walah...dan iringi dgn kesabaran...
Dan apa yg di tuduhkan oleh orang2 yg tdk menyenangi atau terganggu dgn da'wah Wahdah Islamiyah..Dari sisi pengalaman bertahun2 bersama dgn mereka..adalah tdk benar...
Kami yg di tuduh fanatik....tapi justru kami tetap dianjurkan untuk mendatangi ta'lim2 dari ustadz2 yg bukan dari wahdah...kecuali tentunya yg jelas berakidah sesat...kami bisa bergandeng tangan dgn NU, Muhammadiyah, Hidayatullah, PKS, bahkan yg mengatas namakan dirix salafi ( krn jujur, ana bingung..dikampung kami..banyak sekali yg mengklaim dirix lah salafy yg sesungguhx)..
Tapi bandingkan dgn sebagian saudara kami...yg sangat anti dgn ustadz2 yg bukan dari kelompokx...
Demi Allah..ini bukan fitnah..karena ini ana alami sendiri...mereka dianjurkan (sms) supaya jgn mengikuti ta.lim ustadz yg bukan dari kita... Termasuk yg menjadi 'hot issue'bahwa wahdah Islamiyah adalah teroris.... Ana juga bingung...gimana cara menjawabx...maslahx...di telinga ana..semenjak ana bersentuhan dgn da.wah Islamiyah...tak pernah satu kalipun di telinga ana terdengar kata2 untuk memberontak...atau apalah...apalah... Sekedar pembanding akhi....

Dulu di kampung kami...pomalaa...boleh tanya siapa pun...yg pertama memperkenalkan dakwah sunnah adalah kk ana muh yusuf...beliaulan yg dgn kesabaranx mengajak anak2 muda yg belum paham agama untuk mengamalkan sunnah..hasilx Alhamdulillah....banyak anak2 muda yg berubah akhlakx...penampilannya..lantaran perjuangan salah satu kader terbaik wahdah islamiyah....Muh Yusuf....
Di pomalaa...pertama kalix ada akhwat yg berjilbab besar bahkan bercadar adalah dari kader wahdah islamiyah...bahkan yg pertama memperkenalkan tentang walimah syar.i.di kampung kami adalah dari wahdah Islamiyah..walupun berhadapan dgn resiko yg berat ( di sobek2 hijabx dgn parang )...
Lalu tiba2 ...datang ustadz yg katax pengikut para ulama salaf..yg kemudian memfitnah...menanamkan subhat..menyalahkan...orang2 yg sementara merintis keimanan mereka... Apa hasil dari da.wah mereka?...yg mengatakan dirix salafy? Timbul kebenciann, permusuhan kepada orang yg pertama kali menujukan jalan hidayah kepada mereka.....
Wahai saudaraku...apa sih bedax diri kami dgn antum...

Dari sisi pengamalan sunnah...Insyaa Allah...kita sama...dari sisi ibadah..aqidah...fiqih...kita sama...mengapa kalian begitu keras permusuhannya kepada kami...begitukan adab seorang penuntut ilmu... Kalau kami salah...datanglah menghadiahkan kpd kami nasehat...dan kami sangat bahagia jika ada saudara kami yg mau mengingatkan kami..jikalau kami salah....
Afwan akhi...tulisan ini bukan sebagai bentuk pembelaan ana kepada Wahdah Islamiya...tetapi sekedar share pengalaman ana..bgm bergelut dalam da'wah ini....mulai dari penentang da'wah sunnah...sampai mencintai da'wah sunnah... Dan Demi Allah..ustadzuna...tdk pernah menganjurkan membenci apalagi mencaci maki, mentadzir..atau apalah namax...orang2 yg berada di luar organisasi kami...jika dia muslim...aqidahx lurus...mencintai Allah,RasulNYA,sahabat2NYA..mereka adalah saudara kita...


Mana Kisahmu......

Rabu, 13 Januari 2016

Mengejar Cinta Ke Pulau Jawa

Tak terasa, enam tahun lamanya perpisahan itu telah terjadi. Bermula dari pertemuan yang singkat dengan seorang gadis asli kelahiran jawa yang kebetulan sedang menimbah ilmu di pulau seberang dengan seorang pemuda cakap penduduk asli setempat. Akhirnya cinta diantara mereka bersemi dan semakin bersemi dari  hari ke hari, namun apalah hendak di kata, karena sudah menjadi hakikatnya, bahwa burung yang terbang tinggi dan jauh kelangit angkasa kelak pasti jua akan kembali ke sarangnya lagi, begitupula si gadis, akhirnya dengan senang bercampur duka dia harus meninggalkan hatinya di tanah perantauannya dan kembali merapatkan hatinya ke keluarga tercintanya  ditanah kelahiran.
Waktu tak terasa terus mengalir bak air yang mengalir deras, kabar berita dari sang gadis mungkin masih sesekali dapat terdengar, namun semua masih nampak samar. Begitupula Cinta diantara keduanyapun semakin hari mungkin telah semakin memudar sedikit demi sedikit. namun bukan halangan niat hati sang pemuda untuk dapat menemui si gadis nan jauh diseberang. Namun acap kali terpikiran, maka seolah semua takkan pernah dapat terwujud, jarak yang membentang, kehidupan yang asing, finansial yang belum ada, hingga izin berpindahpun belumlah didapatan dari sang orang tua, kesemuanya menjadi momok yang sangat sulit ditaklukkan bagi sang burung yang baru belajar mengepakkan sayap.
Hingga tibalah masa, dimana pintu itu terbuka, jalan untuk menemui si gadis kini terbentang di depan matanya, namun sekali lagi, ini takkanlah semudah apa yang dipikirkan. Dengan tekatnya yang telah bulat, disertai dengan keyakinan yang kuat, dengan bermodal seadanya, maka berangkatlah pemuda menjelajah sebuah negeri yang sangat asing baginya, tanpa sanak keluarga, teman, kenalan dan bahkan kehidupan yang jelas.
****
Kehidupan barupun dimulai, hari demi hari dilalui si pemuda didaerah yang tak dikenalnya, asing dan sangat terasing. Namun dengan pompaan semangat, serta cita cintanya yang semakin dekat, maka tak pernah terbesit lagi untuk kata mundur, apapun ia akan lakukan agar tujuannya untuk menemui sang gadis dapat dia penuhi, yah walau hanya sekejap mata dia ingin menatap si gadis dengan matanya sendiri, dia ingin memastikan sendiri kehidupan si gadis kini, tentang kehidupannya selama ini, tentang cinta yang mungkin masih tersimpan rapi di hatinya, ataukah telah pudar bak waktu yang memudarkan sang warna, dan sejuta pertayaan yang hanya ia ingin dengarkan langsung dari bibir sang gadis.
Akhirnya setelah enam bulan berlalu, dan Informasi yang ia dapatkan tentang si gadis mulai terang di matanya, tentang alamatnya, kediamannya, cara ia menuju ke tempat itu dan semua hal tentang kehidupan si gadis telah ia dapatkan, termaksud bahwa si gadis yang telah memiliki tambatan hati, Sedih dan kecewa namun hal ini bukanah sepenuhnya kesalahan dan bukti ketidaksetiaan si gadis padanya, karena sejak awal memang dialah yang patut dipersalahkan telah melepaskan dan tak pernah memberikan kepastian kepada si gadis.
Dengan modal seadanya, akhirnya dia memulai petualangan cintanya, melintasi satu daerah ke daerah lainya, dari lembah hingga gunung, dari persimpangan satu ke persimpangan empat, akhirnya tibalah ia di alamat yang ia dapatkan. Entah mengapa, sekali lagi, hatinya kembali ragu, akankah ia bisa dan harus bertemu gadis ini, setelah sekian lama ia tak memberi kabar, setelah ia tahu bahwa si gadis telah memiliki pujaan hatinya, haruskah ia datang mengorek kembali kenangan lama yang mungkin telah dibuang jauh oleh si gadis, haruskah ia menemui si gadis dan merusak kisah kebahagiaan si gadis dengan penuh pemelasan masa lalu, dan beribu tanda keraguan kembali menghayuti pikiran dan perasaannya, yang membuatnya akhirnya memutuskan kembali mundur dari pintu pagar alamat itu. Memutari jalan setapak, dan kembali duduk termenung hingga fajar mulai menyingsing.
*******
“Bolehkah aku menemuimu ?” yah itulah kata yang ia ucapkan kepada si gadis dari balik layar handphne genggam miliknya. Akhirnya sekali lagi dengan pertimbangan yang cukup berat, dengan sejuta keraguan yang masih menyelimuti hatinya. Dia memutuskan untuk tetap bertemu dengan si gadis, apapun kondisi dan keadaannya. Tak mungkin ia kembali lagi dan mengulangnya dari awal, batu telah terlepar, entah siapa yang akan menjadi sakit karena lemparannya, mungkin saja si gadis atau mungkin dia sendiri.
Namun entahlah, belumlah sempat batu itu terlontar, dia telah menemukan jawaban kemana lemparan batu terarah, hampir-hampir meluluhlantakan sekujur tubuhnya yang ringkih dan penuh kepalsuan, “Tidak, besok-besok sajalah kalau mau bertemu”. Bagai tertimpa gunung  yang sangat berat, tersobek-sobek bak kertas putih sampai potongan-potongan kecil, betulkah semua ini? Inikah jawaban yang harus ia terimah dari suara dibalik telepon itu, inikah puncak dari petualang itu, terasa tak percaya dengan jawaban ini. Namun inilah kenyataan, si Gadis tak lagi ingin menemuinya,namun sekilas terdengar pula suara lelaki di samping si gadis, yah mungkin itulah alasannya, itulah jawaban yang paling tepat mengapa si gadis tak mau menemuinya saat itu.
Dengan rasa kecewa dan sedih, ditinggalkanlah kediaman sang gadis, namun sebagai rasa kecewanya, dititipkanlah sebuah benda kepada penjaga alamat itu, dengan harapan bahwa tujuannya untuk menjumpai sang gadis sudah tercapai dan telah usai. Petualangan cintanya telah berakhir dengan kegagalan yang nyata. Dengan langkah pontai, ditinggalkanlah tempat itu, menjauh dan semakin menjauh, sebelum akhirnya telepon yang ia bawa kembali berdering, tertera nomor yang asing baginya. Namun “Jangan pulang dulu” seolah tak pecaya, itu adalah suara si gadis yang ia kenal betul, dengan sedikit demi sedkit dikumpulkannya kembali hatinya yang tercabik, “setengah jam lagi saya sampai ke sana, tunggu yah”.
“Setengah jam ?? jangankan setengah jam, seharipun aku masih sanggup menunggumu” bisik pemuda kepada hatinya, seolah tak percaya dan tak tahu apa sebab dan alasannya si gadis akhirnya memutuskan untuk menjumpainya. Serasa tak percaya, namun hanya butuh setengah jam lagi ia dapat menemui pujaan hatinya, hanya butuh setengah jam lagi ia dapat menuntaskan misi petualanngan, hanya butuh setengah jam lagi maka rindu selama enam tahun lamanya akan terbayarkan, hanya butuh setengah jam lagi, maka akan terkuaklah semua kenangan masa lalunya.
****
Walau harus menungu lebih dari setengah jam, akhirnya dia dapat berjumpa degan gadis itu, Sunyuman, gaya menyapa, tatapan matanya, gaya berjalannya, gerak tubuhnya, lembut suaranya,, serasa ini adalah sebuah mimpi yang  ternyata si pemuda dalam hidupnya.  Bak air hujan yang membasahi bumi yang tandus selama bertahun tahun, akhirnya bergembiralah seluruh alam menyaksikan hujan telah turun, begitulah mungkin gambaran hati sang pemuda setelah melihat sang gadis di depan matanya. Ingin rasanya dipeluk erat sang gadis, mengusap rambutnya, namun apalah daya, itu belumlah saatnya.
Jika engkau bertanya, apa artinya satu jam, maka tanyakanlah kepada hati sang pemuda ketika ia menatap sang gadis itu satu jam lamanya. Satu jam yang seolah menjadi detik-detik yang penuh makna dan bahagia, satu jam yang menghapuskan rindu selama bertahun lamanya, satu jam lamanya perahu cinta telah berlabuh dalam dermaga pandangan.
Hilanglah sudah dahaga kerinduan, tercapailah angan-angan berbulan dalam perantauan, itulah gambaran kepuasan hati sang pemuda setelah bertemu sang gadis pujaan hatinya. Namun apalah hendak dikata, kedatangannya mungkin bukanlah suatu yang tepat dan diharapkan oleh sang gadis, dan mungkn keadaan dan waktu yang menyebabkan petualangan cintanya harus berakhir dengan pertemuan singkat, namun penuh makna. Senang, itulah kata yang dapat menggambarkan hati keduanya,
Namun sekali lagi, mungkin semuanya telah berubah, kisah cinta petualangan ini mungkin berakhir sudah. Tanpa kata, tanpa rasa, dan mungkin tanpa makna. Tak ingin rasanya meninggalkan tempat itu, namun tak ada alasan bagi pemuda untuk tetap tinggal disana. Karena disana si gadis telah memiliki hatinya sendiri, disana si gadis telah menemukan kebahagiaannya sendiri, dan disana pulalah ia telah melepaskan semua tujuan pengelanaannya kini. Yah sehingga tak ada lagi sepotong alasanpun yang mungkin dapat menahannya, semua telah berakhir, seperti kisah cinta ini, semuanya bak fatamorgana dan tak nyata lagi.

Sayyonara, dan sampai jumpa di petualangan cinta selanjutnya,